Yona Primadesi

Membaca, Menulis, dan Berkarya

Eksistensi Tradisi Lisan Masyarakat Minangkabau

Eksistensi Tradisi Lisan Masyarakat Minangkabau dalam

Era Globalisasi Informasi

Pendahuluan

Istilah post-modernisme lahir pada paruh kedua abad ke-20, berkisar antara  tahun 1970 hingga tahun 1990. Narasi awal tentang post-modernisme dikemukakan oleh Daniel Bell pada tahun 1976 dalam bukunya The cultural Cintradiction of Capitalism dan pemikir yang pertama kali menjelaskan tentang post-modernisme secara komprehensif adalah Jean Francois-Lyotard lewat bukunya The Postmodern Condition yang diterbitkan pada tahun 1984.

Postmodernisme merupakan bentuk konflik metanarasi, yang memposisikan dan mengagung-agungkan sejarah-sejarah besar dunia akan tetapi melupakan narasi-narasi kecil dari masyarakat tertentu. Postmodernisme pada dasarnya menolak adanya kebenaran yang bersifat tunggal dan mutlak. Pengikut postmodernisme beranggapan bahwa kebenaran itu sifatnya jamak dan beragam. Salah satu dampak positif dari pemikiran postmodernisme adalah munculnya pengakuan dan membangun kesadaran terhadap pluralisme. Pluralisme merupakan sebuah paham yang mengakui adanya keberagaman sekaligus mengakui dan menerima yang lain sebagai bagian dalam masyarakat.

Kebenaran yang digagas dalam filsafat postmedernisme ini membangun kesadaran dan kepercayaan terhadap sejarah dan narasi kecil yang diciptakan oleh orang-orang kecil juga. Semua masyarakat dan semua kebudayaan yang dibangun dalam masyaakat merupakan bagian-bagian penting dalam membangun peradaban dunia. Oleh karena itu, segala jenis kebudayaan harus dipertahankan dan dilestarikan tanpa memandang besar atau kecilnya komunitas pembangun kebudayaan tersebut, salah satunya adalah kebudayaan masyarakat Minangkabau.

Masyarakat Minangkabau adalah sebutan untuk sekelompok masyarakat yang mendiami sebagian besar propinsi Sumatera Barat (minus Mentawai) yang meliputi kawasan seluas 18.000 meter persegi yang memanjang dari utara ke selatan di antara Samudera Indonesia dan gugusan Bukit Barisan. Masyarakat Minangkabau sangat terkenal dengan tradisi lisan kaba babarito yang mengungkap sesuatu pesan dari mulut ke mulut. Tradisi lisan masyarakat Minangkabau sangat kental dalam berbagai aspek kehidupan, sebagai contoh kebiasaan maota di lapau ( mengobrol di lepau) yang merupakan salah satu cara bagi laki-laki di Minangkabau untuk berkomunikasi dan bersosialisasi.

Dalam perkembangannya, tradisi lisan masyarakat minangkabau bisa dikelompokkan dalam empat ragam yang paling umum, yakni tradisi lisan dalam upacara adat yang cenderung bersifat formal, tradisi lisan yang berhubungan dengan pergaulan dalam masyarakat sehari-hari, tradisi lisan berupa mantra, dan tradisi lisan dalam bentuk seni pertunjukkan.

Semua bentuk tradisi lisan dalam masyarakat Minangkabau mengandung berbagai nilai informasi seperti,  informasi yang bernilai religi, informasi yang bernilai sejarah, informasi adat dan kebiasaan masyarakat, informasi yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, maupun informasi yang berisi silsilah atau keturunan sebuah keluarga dalam masyarakat. Semua informasi tersebut diterima, dikembangkan,dan diturunkan kepada generasi berikutnya melalui berbagai ragam tradisi lisan yang dikenal oleh masyarakat Minangkabau.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan mengemuka saat ini, tradisi lisan sudah mulai ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat Minangkabau. Selain disebabkan oleh wacana metanarasi yang membentuk opini masyarakat bahwa budaya lokal kurang bermakna, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat serta minimnya transfer dalam tradisi lisan pun mempengaruhi eksistensi tradisi lisan dalam masyarakat minangkabau. Hal tersebut mengakibatnya mulai kabur dan hilangnya berbagai informasi, terutama yang berhubungan dengan nilai dan kearifan lokal masyarakat Minangkabau.


Kesimpulan

Masyarakat Minangkabau sangat terkenal dengan tradisi lisan kaba babarito yang mengungkap sesuatu pesan dari mulut ke mulut. Semua bentuk tradisi lisan dalam masyarakat Minangkabau mengandung berbagai nilai informasi seperti,  informasi yang bernilai religi, informasi yang bernilai sejarah, informasi adat dan kebiasaan masyarakat, informasi yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, maupun informasi yang berisi silsilah atau keturunan sebuah keluarga dalam masyarakat.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan mengemuka saat ini, tradisi lisan sudah mulai ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat Minangkabau. Selain disebabkan oleh wacana metanarasi yang membentuk opini masyarakat bahwa budaya lokal kurang bermakna, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat serta minimnya transfer dalam tradisi lisan pun mempengaruhi eksistensi tradisi lisan dalam masyarakat minangkabau.

Oleh karena itu, tradisi lisan masyarakat Minangkabau sangat perlu untuk dijaga dan dilestarikan, tidak hanya dalam konteks bentuk, akan tetapi juga dalam kontek nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi lisan tersebut.

 

Daftar Pustaka

Amir, Adriyetti. Penampil Wanita dalam Sastra Lisan Minangkabau. Horison No.             12/1995-4

Djamaris, Edwar. 1990. Pengantar Sastra Masyarakat Minangkabau. Jakarta:        Yayasan Obor             Indonesia

Elia, Fitria.  1996. Sirompak, Suatu Ragam dalam Tradisi Lisan Minangkabau.       Jogyakarta:      UGM press

Errington, K. Frederick. 1984. Manner and Meaning in West Sumatera : The

            Social Context. New Heaven: Yale University Press.

Ki-Zerbo, Joseph. 1990. Methodology and African Prehistory. Unesco

Pudentia, Mpss. 2002. Dinamika Tradisi Lisan Nusantara. Jogyakarta: UGM         Press

Vasina, Jan. 1985. Oral Tradition as History. [s.l]: James Currey Publisher

Yusuf, Akhyar. 2011. Penganta Filsafat Ilmu Pengetahuan. Depok: Koeskoesan.

Tinggalkan komentar

Information

This entry was posted on 12 Desember 2011 by in Naskah Minangkabau.